Keutamaan Istighfar


Makna dan Urgensi Istighfar

Dilihat dari asal kata, istighfar berasal dari kata غَفَر يَغْفِر (ghofaro yaghfiru) yang bermakna mengampuni atau memaafkan. Lafazh ini mengikuti wazan إستفعل يستفعل إستفعال (istaf'ala yastaf'ilu istif'al), sehingga istighfar mengandung arti meminta ampunan.

Sebagai hamba Alloh yang tidak luput dari salah dan dosa, selayaknya kita memperbanyak istighfar kepada Alloh SWT. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairoh RA Rosululloh SAW bersabda:

واللَّه إِنِّي لأَسْتَغْفرُ الله، وَأَتُوبُ إِليْه، في اليَوْمِ، أَكثر مِنْ سَبْعِين مرَّةً  - رواه البخاري
"Demi Alloh, sesungguhnya aku beristighfar dan bertaubat kepada Alloh lebih dari 70 kali dalam sehari". (HR Bukhori)

Dalam hadits yang lain Rosululloh SAW bersabda:

يَا أَيُّها النَّاس تُوبُوا إِلى اللَّهِ واسْتغْفرُوهُ فإِني أَتوبُ في اليَوْمِ مائة مَرَّة - رواه مسلم

"Wahai manusia, bertaubatlah kepada Alloh dan beristigfarlah kepada-Nya, sesungguhnya aku bertaubat kepadanya 100 kali dalam sehari". (HR Muslim)

Dua hadits di atas memberikan gambaran taubat dan istighfarnya Rosululloh SAW. Meski telah mendapat jaminan ampunan dan sorga dari Alloh SWT, namun beliau tetap bersungguh-sungguh dalam beristighfar dan bertaubat kepada-Nya. Sebagai hamba Alloh yang tidak mendapatkan jaminan dari Alloh, hendaknya kita mencontoh prilaku Baginda Nabi dan merasa malu kepadanya apabila kita lalai dalam memohon ampunan Alloh SWT.

Abu al-Hasan asy-Syadzili Rohimahulloh berkata:

عليك بالإستغفار وإن لم يكن هناك ذنب، واعتبر باستغفار المعصوم الأكبر صلى الله عليه وسلم بعد البشارة واليقين بمغفرة ما تقدم من ذنبه وما تأخر

"Hendaklah kamu beristighfar walaupun tidak mempunyai dosa, ambillah pelajaran dari istighfarnya Nabi Besar yang terpelihara dari dosa Muhammad SAW setelah ia mendapat kabar gembira dan keyakinan atas ampunan dosa baik terdahulu maupun kemudian."

Waktu dan Keutamaan Istighfar

Syaikh 'Abdul Wahhab asy-Sya'roni Rohimahulloh memberi anjuran untuk memperbanyak istighfar, khususnya pada beberapa waktu berikut:

1.  pada awal dan akhir malam, serta awal dan akhir siang. Nabi Muhammad SAW bersabda:

ما من حافظين يرفعان إلى الله تعالى في يوم صحيفةً فيرى في أول الصحيفة وفي آخرها استغفارا إلا قال الله تعالى: قد غفرتُ لعبدي ما بين طرفي الصحيفة. فطوبى لمن وجد في صحيفته استغفارا كثيرا - رواه ابن ماجه

"Tidaklah dua malaikat hafazhoh melaporkan buku amal (seorang hamba) kepada Alloh pada suatu hari, kemudian Alloh melihat istighfar pada awal dan akhir buku amal tersebut, melainkan Alloh berfirman "sungguh aku telah mengampuni hamba-Ku atas apa yang terdapat diantara dua ujung buku amalnya", maka beruntunglah orang yang mendapatkan banyak istighfar dalam buku amalnya". (HR Ibnu Majah)

2.  ketika mengalami kesulitan rizki. Rosululloh SAW bersabda:

من لزم الإستغفار جعل الله له من كل ضيق مخرجا، ومن كل هم فرجا، ورزقه من حيث لا يحتسب - رواه ابن حبان

"Barangsiapa membiasakan beristighfar maka Alloh akan memberinya jalan keluar dari setiap kesulitan, keluasan dari setiap kebingungan, dan Alloh akan memberinya rizki dari tempat yang tidak diduga-duga". (HR Ibnu Hibban)

3.  ketika jatuh ke dalam perbuatan dosa. Baginda Nabi Muhammad SAW bersabda:

ما من مسلم يعمل ذنبا إلا وقف الملك الموكل بإحصاء ذنوبه ثلاث ساعات. فإن استغفر الله تعالى في شيء من تلك الساعات لم يوقعه عليه ولم يعذب عليه يوم القيامة - رواه الحاكم

"Tidaklah seorang muslim melakukan dosa, melainkan malaikat yang bertugas menghitung dosanya menundanya selama tiga saat. Jika ia beristighfar kepada Alloh pada salah satu saat tersebut, maka dosa tersebut tidak akan dibebankan kepadanya dan ia tidak akan mendapat siksa pada hari kiamat."  (HR al-Hakim)

4. saat menutup setiap kegiatan. Dalam hadits dijelaskan bahwa Rosululloh SAW selalu beristighfar sebanyak tiga kali setiap selesai melaksanakan sholat fardhu. Melalui amalan ini Baginda Nabi Muhammad SAW memberi peringatan kepada umatnya bahwa dalam ketaatan mereka kepada Alloh SWT masih terdapat kekurangan.

Rosululloh SAW mengajarkan do'a yang sering disebut dengan do'a kaffarotul majlis, yaitu menutup setiap kegiatan dengan membaca سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ، وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ. Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda:


كَفَّارَةُ الْمَجْلِسِ إِذَا أَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يَقُومَ مِنْ مَجْلِسِهِ أَنْ يَقُولُ سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ، وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ، فَإِنْ كَانَ مَجْلِسَ ذِكْرٍ كَانَ كَالطَّابِعِ عَلَيْهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَإِنْ كَانَ مَجْلِسَ لَغْوٍ كَانَ كَفَّارَةً لِمَا قَبْلَهُ

Kaffarotul majlis adalah jika salah seorang diantara kamu akan berdiri dari majlisnya maka hendaknya mengucapkan سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ، وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ (maha suci Engkau ya Alloh, dengan memuji kepada-Mu, aku bersaksi bahwa tiada tuhan melainkan Engkau, aku memohon ampunan-Mu dan aku bertaubat kepada-Mu). Jika majlis itu adalah majlis dzikir, maka do'a tersebut laksana cap sampai hari kiamat. Dan jika majlis itu adalah majlis lalai, maka doa itu menjadi kaffaroh (tebusan) atas apa yang terjadi sebelumnya."

5.  ketika mendapatkan prasangka baik dari orang lain padahal pribadi kita tidak sebaik yang mereka sangkakan. Hal ini mungkin berlawanan dengan sifat manusia pada umumnya, karena biasanya seseorang selalu ingin dianggap baik melebihi kadar kebaikan yang ia miliki. Oleh karena itu, selama pada diri seseorang masih terdapat hal yang tercela baik dalam ucapan, perbuatan maupun bisikan hati, maka selayaknya ia memperbanyak istighfar kepada Alloh SWT supaya tidak termasuk orang yang suka menipu orang lain.
Syaikh 'Abdulloh bin 'Alawi al-Haddad mengajarkan doa yang selalu dibaca oleh sebagian ulama salaf apabila mendapat pujian yang tidak selayaknya kita dapatkan.

اللّهُمَّ لَا تُؤَاخِذْنِيْ بِمَا يَقُوْلُوْن وَاغْفِرْ لِيْ مَا لَا يَعْلَمُوْن وَاجْعَلْنِيْ خَيْرًا مِمَّا يَظُنُّوْن

"Ya Alloh, janganlah Engkau menghukum aku dengan apa yang mereka ucapkan, ampunilah aku atas sesuatu yang tidak mereka ketahui, dan jadikanlah aku lebih baik dari apa yang mereka sangkakan."

Wallohu a'lamu bish-showab


Referensi:
1. 'Abdul Wahhab asy-Sya'roni, al-Minah as-Saniyyah, hal. 14-15
2. 'Abdulloh bin 'Alawi al-Haddad, Risalah al-Mu'awanah, hal. 30
3. an-Nawawi, Riyadh ash-Sholihin, hal. 34
4. as-Samarqondi, Tanbih al-Ghofilin, hal. 399
FB Comments
0 Blogger Comments
Home